www.jakartavnews.com – Angka stunting menjadi isu serius di berbagai daerah, termasuk di Kabupaten Maros. Penurunan yang signifikan mencerminkan adanya upaya bersama antara pemerintah dan masyarakat untuk mengatasi masalah ini.
Bupati Maros, Chaidir Syam, dalam sebuah konferensi pers mengungkapkan kebanggaannya saat melihat penurunan angka stunting dari 34,7 persen pada tahun 2023 menjadi 22,4 persen di tahun 2024. Capaian ini merupakan yang tertinggi di Sulawesi Selatan dan menunjukkan komitmen kuat untuk perbaikan gizi anak.
Dengan data dari Survei Status Gizi Indonesia, Chaidir menegaskan bahwa angka stunting di Maros lebih rendah daripada rata-rata provinsi, yang berada di angka 23,3 persen. Meskipun demikian, angka ini masih lebih tinggi dibandingkan rata-rata nasional yang mencapai 19,8 persen.
Kendati pencapaian ini patut diapresiasi, tantangan besar masih menghadang. Menurut Wakil Bupati Maros, Muetazim Mansyur, kesadaran masyarakat mengenai pola hidup sehat masih perlu ditingkatkan agar penurunan stunting lebih berkelanjutan.
Kecamatan dengan angka stunting tertinggi adalah Tanralili, diikuti oleh Turikale dan Bontoa. Sementara itu, beberapa kecamatan seperti Simbang dan Mallawa menunjukkan angka terendah, yang menunjukkan ketidakmerataan di berbagai daerah.
Upaya Pemkab Maros dalam Penurunan Stunting
Pemerintah Kabupaten Maros telah mengalokasikan dana sebesar Rp60 miliar untuk mempercepat penurunan stunting. Anggaran ini digunakan untuk berbagai program yang fokus pada penyediaan sarana air minum, sanitasi, dan pemberian makanan tambahan.
Inisiatif juga termasuk pelayanan kesehatan, seperti program KB dan dapur sehat yang memadai. Pendekatan ini bertujuan untuk memberikan akses lebih baik bagi masyarakat terhadap sumber daya yang diperlukan untuk peningkatan gizi anak.
Permasalahan seperti kebiasaan merokok di rumah juga menjadi faktor penting dalam kasus stunting. Sekda Maros, Andi Davied Syamsuddin, menyebutkan bahwa 74 persen kasus stunting dipicu oleh kebiasaan tidak sehat tersebut, yang harus dicegah lebih lanjut.
Pemkab Maros tidak hanya berfokus pada tindakan setelah kelahiran, tetapi juga berupaya mencegah stunting dengan edukasi sejak dini. Ini termasuk memberikan tablet tambah darah untuk remaja dan menghindari pernikahan dini yang bisa mengganggu kesehatan ibu dan anak.
Chaidir Syam mengingatkan pentingnya perencanaan gizi sejak masa pranikah. Harapannya, orang tua dapat memahami perlunya kesiapan sebelum memiliki anak agar masalah gizi bisa diselesaikan dari hulu.
Tantangan yang Dihadapi dalam Pengetasan Stunting
Meskipun banyak langkah positif telah diambil, tantangan untuk mencapai target penurunan stunting masih ada. Kesadaran masyarakat terhadap kesehatan dan gizi di rumah menjadi tantangan kunci yang harus dihadapi.
Program edukasi di tingkat desa dan keluarga menjadi prioritas untuk memberikan pemahaman yang lebih baik. Mengajak masyarakat untuk aktif berpartisipasi dalam kesehatan anak mereka adalah kunci untuk mencapai tujuan yang lebih besar.
Secara luas, kerja sama antara pemerintah daerah dan masyarakat sangat diperlukan. Jika semua pihak bersatu, upaya untuk menurunkan angka stunting akan lebih efektif, berkelanjutan, dan membawa dampak positif di masa depan.
Selain itu, dukungan dari berbagai sektor, termasuk bisnis dan organisasi masyarakat, penting untuk meningkatkan kesadaran dan memberikan solusi jangka panjang. Penanganan stunting harus menjadi agenda bersama yang dikomunikasikan secara baik.
Konsekuensi dari stunting tidak hanya berdampak pada kesehatan fisik, tetapi juga berpengaruh pada kualitas pendidikan dan perkembangan anak di masa depan. Oleh karena itu, investasi dalam pencegahan stunting adalah investasi untuk masa depan bangsa.
Pentingnya Edukasi dan Pendekatan Holistik
Melihat penurunan angka stunting yang meyakinkan, penting untuk memfokuskan upaya pada edukasi menyeluruh. Mengedukasi masyarakat tentang pola makan sehat dan pentingnya ASI eksklusif di awal kehidupan anak merupakan langkah penting.
Program berbasis komunitas dapat membantu dalam menciptakan kesadaran lebih luas tentang gizi dan kesehatan. Strategi ini juga melibatkan penguatan kapasitas posyandu dalam memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat.
Kegiatan penyuluhan di tingkat desa harus diintensifkan, dengan melibatkan tokoh masyarakat sebagai agen perubahan. Dengan melibatkan komunitas secara aktif, diharapkan pemahaman tentang pentingnya gizi seimbang dapat meluas.
Kemandirian dalam memperoleh makanan sehat juga harus diperkuat, misalnya melalui pertanian perkotaan atau kebun keluarga. Ini dapat menjadi solusi untuk memastikan ketersediaan makanan bergizi dengan biaya yang terjangkau.
Saya berpendapat, langkah-langkah ini adalah bagian integral dari pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan. Saat semua pihak bekerja sama, cita-cita untuk menghapus stunting dapat terwujud, meningkatkan kualitas hidup masyarakat secara keseluruhan.